Selasa, 06 April 2010

Puisi tahun 2008

Gerimis Malam

Kusembunyikan rindu
di balik tirai gerimismalam
angindingin
makin menuak dalam kenangan

Karna tak kuasa berlari
dan tangan terkulai
cuma desah napas
yang dapat membisikkan katahati
dan bila pandangmata redup
maka itulah hikayat rembulan
terkubur awan

Tak lebih sebuah pinta
jangan ajalkan sisa embun
pada selembar daun
agar kulihat warna pagi

bbaru,08



Di Ambang Senja

Selembar daun yang gugur menertawakanku
merenungi ambang senja


Sesungguhnya aku malu mengatakan
aku bukan daun

Daun jatuh ke bumi
Tapi aku melayang jauh sekali
Dan jatuh ke laut tak bertepi

bbaru, 2008


Laut
: diah hadaning


Masihkah lautmu membiru
Masihkah lautmu mengombak
yang membuatku rindu ?

Aku cuma diam
memandang laut yang paling jauh
setiap ombaknya mengalun
pantai jadi kepayang

bbaru, 08


Pendosa

Ingin benar aku mengetuk pintumu
Tapi tangan gemetar setiap ingin mengetuk
Jiwa yang tersusun menjadi layu dan rontok

Kembali kupungut serakan untai
Lalu kubawa berlari ke balik malam
Sambil menyebut namamu

Tiada henti dari rindukerindu
Sampai ke batas sunyi
Kukeringkan airmata dengan segala doa
Kembali menuju arasymu

Bbaru, 2008


Pintu Doa

Mengapa aku memilih malam menemuimu
Agar aku leluasa mencurahkan isihatiku
Begitu ramah membuka pintu setiap aku mengetuk

Di tengah malam yang sunyi yang maha gulita
Tapi maha bercahya di mataku
Kurebahkan rinduku di pangkuanmu
Menumpahkan airmataduka
Yang terperangkap dalam dustadunia

Berkalikali aku datang padamu
Agar aku kaulahirkan kembali
Merindukan tangisan bayi
Yang tak pernah dusta menyerumu

Bbaru, 2008


Senja di Tanah Lot

Dengan sabar aku menunggu
Sementara gulungan ombak menggemuruh
Di pantai yang sunyi
Berkalikali kukubur fatamorgana
Agar aku dapat melihat seluasluas laut

Kuserahkan diri pada pecahan ombak di batubatukarang
Debar jiwa di mataharimerah diseliputi awan
Langit telah melahirkan senja

Bersuntingbunga dan beras antara dua alis
Kubuihkan sukmasejatiku di mataombak yang kemilau
Yang menggitakan ayatayat utsaha dharma
Aku masih menunggumu, kekasih

Bali, 2008


Hujan Tengah Malam

Engkaukah yang menyembunyikan diri di dasar malam
kata kunangkunang
Kembali kusembunykan sejauhjauhnya
Ke dalam jiwa
Tibatiba aku terperanjat mendengar isak
seperti teriakan panjang
di lubuk hati yang dalam

bbaru,2008


Masih Membaca Malam
Rindu Yang Dalam

Seperti juga aku
Masih seperti malam yang lalu
Membaca syair bersuluh kunangkunang
Angin dingin memaksaku berkalikali
Membunuh rindu
Bilamana matamu menetesi sukmaku
Maka bergegas menengok awan

Sebisabisanya kutengadahi langit
Adakah walau sebiji bintang ?

Syair membasah dijelagamalam
Untaidemiuntai kujemur di ayatayatzikir
Kujemur segala duka

bbaru,2008


Reruntuhan Hujan

Pagi tak jadi sempurna. Menatap pintu langit
Siapa berlari bebasah perih di sana ?
Di dalam hujan. Mestinya tak perlu risau..
Di dalam rindu. Mertinya tak perlu duka.
Tapi siapakah yang menggetargetrar padang ilalang
yang kehilangan rimba ?
Anggur

Lelayap pohonnya terdiam kaku
Setangkai menetesnetes merahnya
mataku luka bertuak
Aku mabuk dalam impian
Aku rebah dibawah reruntuhan harapan

bbaru, 2008


Reruntuhan Pagi

Dipersimpangan jalan tibatiba kabut tergantung tebal. Embun menjadi
debu. Rerumputan berubah warna. Pepohonan disepanjang jalan
menjelma arca. Aku kehilangan arah

Kehilangan katakata ketika mentari rebah
disemua langkah. Tapi aku tak mau hidup kehilangan makna
terus berlari. Menembus angin.

Memburumu sampai ke batas ajal.

bbaru, 2008



Airmata Musi
: eko p.


Tahukah kau airmatanya yang mengalir
Menjadikan musi meluap
Sebab tak ada lagi peradaban di sini
Jadi rumah yang kau bangun ditepian
Ikat di tiang nuranimu agar jangan hanyut kelaut lepas

Mengapa. Dengar gemuruh muramnya
Telah menjadikan beningnya jelaga
Adakah raungmu membelah rimba
Membaca deras alir airmatanya
Atau menyelam ke dasarnya
Kedalaman yang tak pernah kau duga sebelumnya

Bbru, 2008


Maha Kasih

Kulayari alirnadiku yang gemuruh
dengan jiwa yang teduh
Layar terkembang di angin rindu
Menuju muara maha kasihmu

bbaru, 2008


Gerimis

Gerimis setiap ada luka
Tapi luka langit mengalirkan
bianglala biasan mata
lantaran gerimis selalu
membasahi setiap langkah kita

Gerimis adalah nestapa
Senantiasa tak pernah beranjak
dari setiap luka

bbaru, 2008

( Puisi ini ku sms kan buat Penyair Jambi Dimas Arika Mihardja
dalam " Upacara Gerimis "nya )


31 Desember ke-59

Di larat bulan desember
Aku masih setia merangkai tubuh
Pohon kehidupan dari lembarlembar usia
Alangkah jingganya senjakala

Kusangga jiwa sunyi yang luruh
Di reranting
Mendebarkan riapkerliplampulampu
Yang kukalungkan sekujur tubuh

Malam pasti akan tiba
Apakah aku akan menangis
Seperti pertamakali lahir
Dari rahim kehidupan

Setiap lampu kecil kutabur di tubuh
Tak letih jemari merangkai zikir
Dalam cahya kasih namamu

Banjarbaru, 2008


Bahagia

Apakah bahagia
Karena banyak punya harta
Punya pangkat dan jabatan
Karena bangga
Lalu angkuh dan kesombongan

Apakah bahagia
Orang yang banyak punya harta
Takut kehilangan hartanya
Orang yang berpangkat dan jabatan tinggi
Tapi orangorang memalingkan muka


Tak punya harta
Tak punya pangkat dan jabatan
Tapi bahagia
Karena bahagia ada dalam lubuk batinnya

Berbahagialah
Orang yang banyak hartanya
Orang berpangkat dan berjabatan
Yang selalu membuat jalan
Menuju Allah


Bbaru,2008



Dunia tak pernah Damaidamai

Tuhan tidak pernah menyusahkan manusia
Melainkan manusia itu sendiri saling bersetru
Karena tidak menegakkan keadilan
Melainkan kebanggaan serakah dan kebencian

Bbaru,2008


Doa Seorang Peminta

Orang itu datang
Minta padaku satu tasbih saja
Tak ada yang kuberikan
Orang itu berdoa semoga aku punya tasbih

Kembali orang itu datang
Minta padaku satu zikir saja
Tak ada yang kuberikan
Orang itu berdoa semoga aku punya zikir

Kembali orang itu datang
Minta padaku satu shalawat saja
Tak ada yang kuberikan
Orang itu berdoa semoga aku punya shalawat

Bagaimana aku dapat memberi
Sedangkan aku tak pula lagi
Aku telah dimiskinkan kesenangan dunia
Aku merugi

Bertahuntahun aku jadi musafir
Orang itu datang lagi padaku
Dan aku beri apa yang dia pinta
Orang itu bersyukur doanya terkabul

Bbaru,2008



Daundaun menggesek biola

Partitur puisiku belum tuntas
Tinggal satu bar lagi
Angin menerbangkannya ke pucuk pohon
Notasikata bergelantungan di rantingranting

Tanganku menggapaigapai serupa lingkaran
Tibatiba daundaun menggesek biola
Orchestra Tree of life
Aku jadi dendam ini yang kutulis
Ketika tanganku yang satu gerammelingkar
Sontak biola alto daundaun yang lain

Sekujur pohon mengombak
Ke dua tanganku melingkar berlawanan
Gemanya sampai ke manamana
Lalu anggukananggukan kepala
Kemudian hentakan satu kaki lalu dua kaki
Ritmes dan melodis dan dinamik
Mengikuti semua apa yang kutingkahkan
Aku merebah tengkurap merangkak bergulingan
di atas tumpukkan daun mataku merapat
Orchestra jadi gemuruh
Aku mandi tuak

Aku sudah acakacakan
Aku berdiri ke dua lenganku diangkat tinggitinggi
Lalu kusentakkan ke bawah
Semua pada diam berhenti sunyi
Semata desauan angin

Ini benarbenar aku meratap
Kembalikan puisiku

Bbaru,2008


Bulan Begitu Sabit

Bagaimana pun mesti ada keputusan
Di persimpangan jalan
Walau ada yang menipu mata
Sebelum kau masuk dalam persembunyian

Begitu sabitnya bulan
Manakala kau meninggalkan bayangan
Menghapus seluruh jejak
Dalam tiupan angin

Di bawah bulan sabit
Merenung setiap langkah
Merenungi alir sungai di atas batubatu
Di atas rerumpun bambu
Yang berdaun kunangkunang

Bbaru,2008


Petaka Bukit Meratus

Siapa yang bertandik di gumpalan angin
Rohroh nenek moyang gelisah
Bangkit dari persemayaman

Di setiap lembah bukit dan gunung yang gundul
Gelang bawo gemerincingan ditampuran angin
Di loncatan air yang melimpasi riam dan guntung
Di rumahrumah yang roboh

Menyan putih dari pintu balai
Terbang bersama kilat dan gemuruh halilintar
Hujan tiada juga berhenti

Orangorang menundukkan kepala
Di tengah ruang balai
Terbujur seorang balian
Ia telah mati

Bbaru, 2008


Percakapan Kecil

Menengok masa silam terkadang nikmat juga
Walau pahit kau berkata
Di pucuk pohon pinus bulan tersangkut
Malam itu ingatkah kau
Seseorang menjadi musafir

Walau aku tersenyum ketika kau berkata lagi
Musafir itu ingin secangkir kopi
Dari serbuk bayang yang melekat di hatimu
Tidak kataku tertawa
Dua cangkir kopi dengan serbuk yang sama

Malam ini sungguh aku tak beranjak
Di muka cermin rambut perakku
Yang semakin perak


Bbaru, 2008

Tidak ada komentar: